Monday, December 1, 2014

Ketoprak-ketoprak Super Enak


"Empang Tiga? Wah, ketopraknya enak tuh!"

Yang di atas adalah sebuah respon dari supir seorang temannya Nina, ketika mendengar nama daerah tempat kami kini menetap.


Amboi, sedemikian terkenalnyakah ketoprak itu, sampai-sampai orang yang tak berdomisili di situ tahu juga?
 Selama ini yang aku tahu, yang kenal dengan ketoprak yang super enak itu, selain Nina tentunya, adalah Te' Py dan Te' Ani. Tentunya, karena kedua ete' itu pernah tinggal di Pondok 60 yang berlokasi tak jauh dari tempat mangkalnya si tukang ketoprak.

Kata Nina, ketoprak Empang Tiga ini enak sekali. Dan, tak hanya enak, porsinya juga cukup besar. Itu sebab Te' Py dan Te' Ani biasanya makan sebungkus berdua. Sedangkan Nina tak punya teman berbagi berhubung baik aku dan adik-adikku tidak suka makanan itu. Oleh karenanya, pada pesanannya ia meminta supaya ketupatnya dikurangi. Setengah saja, atau seperempat. Atau, tanpa ketupat  sama sekali.

Apa yang membuat ketoprak di Empang Tiga ini enak? Sudah pasti karena racikannya yang
pas donk ahgitu aja koq nggak tau hehe... Selain itu, kekentalann bumbunya juga membedakannya dengan umumnya ketoprak lainnya. Yah, walaupun ternyata ada yang merasa saus kacangnya masih terlalu encer sih! Semisal yang pada suatu hari dikatakan oleh seorang perempuan muda dengan permintaan yang tak umum.

Eh permintaan tak umum? Apa itu? Kalo permintaan umum
kan yang seperti Ini: pedas, jangan pedas, jangan pakai kecap, kecapnya dikurangi, kecapnya ditambahi, jangan pakai bawang, bawangnya diperbanyak, ketupatnya sedikit saja, dan... sejenisnya lah.

"Kuahnya yang kental ya, " demikian permintaan tak biasa perempuan muda tadi.


Kuah? Hahaha..., memangnya soto!?


Setelah memesan, si perempuan muda tadi
ngeloyor. Mungkin ke salah satu minimarket yang berada di sekitar. Ia kembali ketika pesanan sudah selesai.

"Kuahnya pasti encer ya," katanya melotot.


Duh, bawel ya... Dan, agak kasar begitu penyampaiannya.


Tapi sepertinya Mas Sinun, si tukang ketoprak Empang Tiga kita ini, berhasil meyakinkan si mBak itu bahwa kuahnya dijamin pasti kental. Sesuai dengan permintaannya tadi. Si mBak pun berlalu.


Kalau permintaan khusus Nina adalah, bawang putihnya didobelkan. Hmmm..., sepertinya ini permintaan tak umum juga deh. Mungkin karena itu Mas Sinun jadi hafal. Setiap Nina datang memesan, dia sudah tahu apa permintaan spesial Nina. Termasuk pedas yang sedang dan ketupat
separo. Nina cukup berkata, "yang biasa ya", dan pesanan seseuai seleranya pun terhidang. Kalau sedang tak ingin pakai kertupat, Nina akan memberitahu Mas Sinus sebelum ia mengoperasikan uleg kayunya.

Tiap malam pelanggan Mas Sinun sangatlah banyak. Karena itu sehari-harinya ia dibantu oleh seorang asisten. Kalau tanpa asisten, seperti yang pernah disaksikan oleh Nina, kelihatan sekali kerepotannya. Ditambah dengan melambatnya pelayanannya kepada pelanggan. Ganti berganti asistennya, siapa saja yang bisa. Tak ada yang tetap. Suatu saat, asistennya adalah kakak kandungnya sendiri. Mas Andri namanya. Dua kakak beradik ini sangat mirip
lho wajahnya! Seperti orang kembar saja, demikian menurut Nina.

Pertama kali Nina bertemu dengan Mas Andri adalah sebelum Mas Andri mengasisteni adiknya. Yaitu, di satu siang pada suatu hari tak terlalu lama setelah kami pindah ke daerah ini. Kala itu terdengar oleh Nina yang kebetulan sedang tak pergi ke luar rumah, suara dentingan sendok logam dipukulkan ke piring nun dari kejauhan. Nina lari ke pintu pagar, dengan harap-harap cemas bahwa itu adalah suara tukang ketoprak. Sebab, mungkin saja itu sebenarnya adalah tukang bakso. Entah kenapa tukang bakso masa kini banyak yang memakai suara dentingan hasil pukulan sendok ke piring. Tak lagi memakai ketokan kayu berongga.


Sesampainya di luar pagar,
pas kebetulan sebuah gerobak ketoprak melintas perlahan. Nina pun memanggilnya.

"Mas, mas ini yang biasa jualan di sana, bukan?" tanya Nina ketika si mas ketoprak asyik menguleg bumbu—waktu berkata 'di sana', tangan kanannya menunjuk ke arah biasanya Mas Sinun mangkal berjualan. Pada saat itu Nina belum tahu bahwa tukang ketoprak
 Empamg Tiga itu bernama Sinun.

"Bukan, saya kakaknya. Dia adik saya yang bungsu".


Si Kakak, yang belakangan diketahui bernama Andri itu, berkata betapa baiknya nasib sang adik. Punya pelanggan tetap, setiap malam tinggal mangkal di satu tempat tertentu. Pelanggan yang mendatanginya. Tidak perlu susah payah berkeliling mendorong gerobaknya ke sana ke mari seperti kakaknya.

Mas Andri lalu menambahkan, bahwa kadang ia mangkal di beberapa tempat yang antara lain di depan stasiun Pasar Minggu Baru. Tapi, pelanggannya tak menentu.

Bila membantuk adiknya jualan, Mas Andri tak berjualan ketopraknya sendiri. Sebab ia juga harus membantu persiapan dagangan si adik. Tak ada waktu dan tenaga untuk juga berjualan sendiri pastinya.


Selain yang di Empang Tiga, ada satu lagi ketoprak kesukaan Nina. Ketoprak Alex, demikian namanya. Tukang ketoprak yang sekitar jam lima sampai jam tujuh sore/malam
nangkring di jalan Antara, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Alex adalah nama tukangnya. Ketopraknya juga enak, sausnya juga medok.

Belakangan ini kalau Nina memesan, Alex tidak menghidangkannya di piring. Melainkan, dibungkusnya. Sebab, Nina kalau makan lama karena sambil sibuk dengan komputernya. Padahal, paling lambat jam tujuh si Alex itu sudah harus beranjak meninggalkan jalan Antara. Pangkalan yang paling ditujunya karena jauh lebih ramai pelanggannya adalah sebuah tempat yang lebih ke barat dari jalan Antara.


Aku pernah bertanya pada Nina mana yang lebih enak, antara racikan mas Sinun dan Alex. Katanya, sama-sama enaknya. Rasanya beda, tapi levelnya sama. Tapi ada sedikit perbedaan, Alex selalu menambahkan cacahan ketimun pada ketopraknya.


Konon, ketoprak asal Cirebon, daerah tempat Alex berasal, memang memakai cacahan ketimun sebagai salah satu elemen ketopraknya. Gerobak ketoprak Cirebon modelnya berbentuk biasa, yang kalau tak cermat orang bisa salah kira sebagai gerobak mata dagangan lain. Warnanya juga sesukanya saja. Sementara ketoprak Tegal, tempat asalnya Mas Sinun, gerobaknya berbentuk khas: bagaikan perahu. Dengan cat warna merah yang lebih dominan, dan sedikit hijau


OK, jadi ada yang namanya ketoprak Cirebon, dan ada yang namanya ketoprak Tegal. Tapi, Nina dulu bilang padaku bahwa ketoprak adalah makanan khas jakarta. Bagaimana ini!?—Nina yang kutanya hanya bisa cengengesan. Tak berguna sama sekali!!!   =^.^=


Ketoptak Mas Sinun



 

1 comment:

  1. klo saya suka dri dulu yg ketoprak cirebon, ciri khas tahu nya banyak dan di goreng garing dan renyah, klo tegal kurang suka karena tahunya sedikit dan cuma direbus aja...selian itu rasa bumbu kacangnya juga beda..

    ReplyDelete