Tuesday, March 31, 2015

Telltail: Neng Suri

#telltail

Anak di foto ini namanya Neng Suri. Betina kurang dari setahun umurnya pada saat ini. Adikku nomor 5, alias anak ke 6. Namanya menunjukkan di mana dia ditemukan, yaitu, Taman Surapati di Menteng, Jakarta Pusat.

Lebaran 2014, hari pertama, budakku si Nina meninggalkan kami berlima di rumah sendirian. Sementara dia jalan-jalan putar-putar senang-senang di Jakarta yang katanya mumpung lagi sepi.

Menurut Nina, sesampainya ia di Taman Surapati itu, ada dilihatnya sesosok anak kucing kecil tak berdaya. Meringkuk dekat sebuah bangku taman. Tak tahan iman, Nina pun merengkuh anak kecil itu. Sambil duduk di bangku taman, Nina memangkunya. Si kecil itu pun tidur dengan nyaman di pangku Nina. Diselnya menderu dengan senang.

Setelah beberapa saat, anak itu bangun dan melompat turun. Tergesa-gera ia menuju semak-semak, lalu pipis di sana. Setelah itu, ia pun berjalan menjauh dengan gontai.

Hmmm..., jangan-jangan dia acting saja tuh. Jalan gontainya berhasil meluruhkan hati Nina jadi berkeping-keping. Membuat budakku ini langsung mengejarnya. Merengkuhnya lagi ke pelukan.
Df yang selalu dibawa-bawanya dan menyebabkan tasnya selalu bau amis itu dikeluarkannya. Air untuk minum dituang ke wadah darurat. Tapi, sepertinya anak itu tak hendak makan atau minum. Mungkin ia tak- atau belum terbiasa biasa dengan df, atau mungkin juga masih belum bisa makan sendiri. Umurnya diperkirakan masih sekitar satu bulan, jadi mungkin memang belum bisa makan df ya. Entah...

Nama Neng Suri pun ditasbihkan segera. Artinya, Nina akan membawanya pulang. Didekpnya anak itu di dada kirinya, dengan harapan suara detak jantung bisa membuatnya tenang. Tangan kiri memegang bagian badan, tangan kanan menutupi kepala. Supaya si kecil tak panik bila melihat atau mendengar suara mobil di jalan.

Mengharap ada taksi, Nina menuju jalan Diponegoro. Menunggu di halte tapi setelah sekitar 10-15 menit menanti, tiada juga ada taksi nan liwat. Maka, Nina pun memutuskan naik kereta saja. Peraturannya, binatang tidak boleh naik kereta, tapi, Nina merencanaka suatu siasat. Suri akan dibungkusnya dengan handuk yang nanti dibeli di swalayan kecil di stasiun Cikini.

Perjalanan ke stasiun di tempuh Nina melalui Jl. Teuku Uar dan Jl. Prof. Moch. Yamin. Menyusuri sungai. Alasannya melalui jalan-jalan itu adalah karena dianggap jalan di sana lebih sepi kendaraan daripada di Jl. Diponegoro. Bising kendaraan dikhawatirkan akan membuat panik Suri kecil.

Sesampainya di stasiun, segera dibelinya handuk. Dibungkusnya Suri dengan handuk kecil itu. Apa lacur, satpam di stasiun melihat proses pembungkusan itu, sehingga Nina pun ditolak masuk. Hahaha...

Neng Suri pun pulang ke rumah barunya dengan taksi burung biru. Untung tak ditolak sama supirnya...

Sesungguhnya, Nina khawatir bahwa Suri tidak akan bertahan. Dia begitu kecil! Belum cukup umur untuk dipisahkan dari induknya, dan mungkin karenanya kesehatannya jadi lemah. Dua-tiga hari di rumah, Suri dibawa ke vet. Perlahan, eh, tidak; dengan cepat Suri tumbuh besar. Leganya Nina ketika akhirnya tiba waktunya buat Suri divaksin. Sekarang ini dia sudah vaksin dua kali, dan sudah steril juga. Pun sudah pernah ikut kemping Ke Sukabumi.

Dan, sudah menjadi kucing yang cukup judes. Lihat saja tuh, tangan Nina yang bocel-bocel itu. Sebagian memang hasil sabetan kukuku, tapi, ketahuilah bawa sebagian sisanya adalah kreasinya Neng Suri. Tuh, lihat fotonya judes bener kan tampangnya...  =^_^=


Friday, March 27, 2015

Rumpu Rampe

Maumere adalah sebuah kota di Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur. Kota kecil yang pada 1992 diterjang tsunami dengan memakan korban hampir seribu jiwa ini, disebutkan sebagai kota terkecil yang pernah dikunjungi oleh pemimpin dunia umat Katolik, Paus Yohanes Paulus II (1989). Juga merupakan kota yang disebut sebagai pintu masuk bagi pelancong lokal dan mancanegara yang hendak berkunjung ke Flores. 

Pertengahan 2012 lalu Nina ada berkunjung ke sana. Untuk pekerjaan, bukan sekedar melancong suka-suka hati. Sebagai golongan manusia yang tak termasuk sebagai pencari kuliner khas daerah yang dikunjungi, Nina menerima saja ketika teman di sana membawanya ke sebuah restoran yang namanya sama dengan nama ibukota Indonesia tempat Nina berasal, Jakarta, untuk makan siang pertamanya di Maumere. Dia memang paling malas kalau harus berpikir soal 'makan apa'. Restoran itu menu utamanya ikan bakar, omong-omong. Kala itu, Nina masih makan ikan, maka tak masalah. Bahkan, ia merasa terselamatkan sebab tak harus berpikir soal makan apa.

Menu sayuran ada juga. Sebagian besar jenis masakan sayur sudah cukup akrab dikenal Nina. Tapi, ada satu jenis masakan yang asing. Rumpu rampe, namanya, yang ternyata sejenis sayuran yang juga memakai bahan bunga pepaya, daun pepaya, dan jantung pisang. Jenis sayur-mayur kesukaan Nina.

Selain tiga jenis sayur di atas, rumpu rampe juga diperkaya dengan daun ubi, daun kemangi, kangkung, dan buah pepaya muda. Tidak selalu selengkap itu sih ternyata. Rumpu rampe di restoran-restoran yang didatangi Nina tidak penah ada yang mengandung pepaya muda.

Bumbu untuk rumpu rampe ternyata juga bervariasi. Tentunya tergantung selera, siapa yang memasak, dan kebiasaan. Tomat, cabe merah & rawit, bawang merah & putih, garam, daun jeruk, lengkuas, sereh, jahe. Ini bumbu yang paling lengkap sepertinya. Konon, ada juga yang menambahkan penyedap masakan atau pun kaldu instan.

Rumpu rampe disebutkan sebagai kuliner khas Nusa Tenggara Timur (NTT), bukan hanya berasal dari Maumere atau Flores belaka. Ada juga yang menyebutkan bahwa rumpu rampe adalah gado-gadonya NTT. Sebab, selain merupakan campuran beberapa jenis sayuran, sayur-mayurnya semua direbus seperti gado-gado. Hanya saja, tidak memakai bumbu kacang. Selain itu, tidak seperti gado-gado yang hanya diproses dengan perebusan, sayuran untuk rumpu rampe yang sudah direbus ini kemudian dioseng atau ditumis. Dengan segala bumbunya, dan lalu bisa juga ditambahkan entah teri, suwiran daging ikan, atau udang rebon. Terserah selera.

Nina itu kalau sudah suka sesuatu, pasti maunya itu terus menerus. Selama di Maumere, nyaris tiap makan siang dan makan malam rumpu rampe masuk dalam menunya. Ke setiap restoran yang dikunjungi, rumpu rampe pasti dicari. Hatinya sedih ketika teman-teman serombongannya pada suatu siang memutuskan makan di restoran masakan Padang. Teman-teman semua sudah kangen dengan makanan yang dikenal. Sementara menurut ego Nina, sekembalinya dari Maumere, tak akan ada lagi kesempatan mencecap makanan macam rumpu rampe.

Selama Nina dan teman-temannya di Maumere, mereka menyewa mobil yang disupiri oleh lelaki muda setempat. Saat jam makan, si supir itu selalu memesan tumis/cah kangkung dan menolak rumpu rampe. Ketika ditanya Nina mengapa, menurutnya, rumpu rampe adalah makanan sehari-harinya di rumah, "Bosan," katanya lagi.

Malam terakhir di Maumere, Nina dan teman-temannya dijamu makan oleh teman yang tinggal di sana. Rumpu rampe tentunya terhidang di meja, yang dimasak dengan pepaya muda. Menjadi moment pertama dan terakhir Nina menyantap rumpu rampe dengan buah pepaya muda.

Rumpu rampe, dan birunya langit pagi Maumere, tidak pernah lagi hadir dalam kehidupan Nina sekembalinya ia ke Jakarta...   =^_^=

Monday, March 23, 2015

Sop Tengkleng & Soto Betawi

Hari ini Nina mendapat pengetahuan baru. Dari seseorang, tentang dua makanan. Yang satu belum pernah dicicipinya, yaitu, sup tengkleng. Satunya lagi, sempat menjadi makanan kesukaan Nina sewaktu ia masih mengkonsumsi daging.

Disebutkan bahwa pada masa kolonial dulu, para toean dan njonja Belanda pasti memiliki pembantu. Dan, pastinya lagi, pembantu mereka itu adalah orang lokal.

Di Solo, pada masa itu, bila para majikan Belanda tersebut potong kambing, kepala dan isi perutnya (jeroan) tidak dimakan. Maksudnya, untuk dibuang. Namun, oleh para pembantunya, 'sampah' tersebut dibawa pulang. Di rumah, kepala dan jeroan tadi lalu dimasak oleh si pembantu atau keluarganya, menjadi makanan yang sekarang dikenal dengan nama 'sop tengkleng'. Penampilan sop ini nampak seperti gulai kambing, namun kuahnya lebih encer.

Sementara, di Batavia, para pembantu orang-orang Belanda yang adalah orang-orang Betawi, kerap membawa pulang susu sisa yang tidak habis milik para toean dan njonja-nya. Sampai di rumah, susu lalu dipakai untuk memasak daging. Jadilah sejenis soto yang sekarang dikenal dengan nama 'soto Betawi'.

Pada masa kini, soto Betawi ternyata disiapkan dengan susu dan santan. Baru tahu Nina bahwa soto Betawi itu ternyata mengandung susu juga, bahkan awal mulanya hanya susu belaka. Sementara dikiranya hanya santan yang dipakai untuk mengolah makanan ini. Semasa masih makan daging, Nina kerap mengkonsumsi soto Betawi. Tak hanya rasanya yang cocok dengan lidah Nina pada waktu itu, tapi juga karena banyak ditemukan penjualnya di pinggir jalan di Jakarta.

Sup tengkleng adalah makanan yang tak pernah dimakan Nina. Yang pasti berhubung tak semudah mendapatkan soto Betawi di Jakarta. Diperburuk dengan sebuah cerita yang pernah dibacanya yang menyebutkan bahwa sup tengkleng adalah sup mata, yang dapat diasumsikan bahwa bisa saja mata itu adalah mata manusia yang mendelik-delik. Iiiiihhh... (ini jeritan Nina lho...)  =^o^=

Thursday, March 19, 2015

Grrr...

Aku memulai blog ini didasarkan pada perjanjian model gentlemen agreement antara aku dan Nina. Dia bilang, tiap bulan aku harus menulis sekurangnya empat artikel. Kalau bisa satu artikel tiap minggu, kalau tidak, ya tidak apa-apa. Yang penting, minimal empat artikel dalam satu bulan lah pokoknya.

"OK," demikian jawabanku. Asalkan, aku dipasok terus dengan segala ide dan hasil riset. Ide, dan terutama riset adalah bagian Nina. Tanpa adanya riset, aku mau nulis apa, coba?

Menjelang akhir tahun lalu Nina, "agak sedikit sibuk," katanya padaku beralasan. Akibatnya, pada bulan November 2014, hanya satu tulisan yang muncul. Untunglah, pada Desember-nya dapat disusulkan sejumlah tulisan. Berhasil memenuhi kuota empat tulisan per bulan deh...

Tibalah tahun 2015. Nina lagi-lagi berkata bahwa dia sibuk-buk-buk-buuuk... Januari berlalu tanpa satu tulisan pun aku hasilkan. Nina berjanji bahwa segalanya akan ia penuhi untuk Febuari.

"Disusulkan di Febuari seperti Desember lalu ya, Moy," katanya mantap. "Udah banyak nih hasil riset!"

Satu tulisan berhasil ku-release pada Febuari. Namun, habis itu tak lagi ada kabar dari Nina. Sampai sekarang, di mana Maret sudah memasuki minggu ke-tiga-nya. Pergi terus begitu dia!

Makanya aku bete sangat sama Nina nih. Karena itu, aku makin tak suka saja kalau dia sentuh-sentuh aku sambil ngomong gaya manja-manja gitu. Sebel! Kusabet saja tangannya itu dengan kuku tajamku!!!  =^-^=