Bis zum Horizont, dann links!
(Fly Away!)
(Fly Away!)
Film cerita // 92 menit // Jerman, 2011
Sutradara: Bernd
Böhlich
Pemeran: Otto Sander,
Angelica Domröse, Ralf Wolter, Herbert Köfer, Anna Maria Mühe, Herbert Feuerstein, Monika Lennartz, Tilo Prückner, Robert
Stadlober
Secara tradisi, dan terdorong
oleh perasaan berhutangbudi kepada orang yang sudah melahirkan dan
membesarkannya, masyarakat di Indonesia akan merawat sendiri para manula-nya. Situasi
ini sungguh berbeda dengan di negara-negara barat seperti Jerman. Yang umumnya akan
menempatkan manulanya di rumah-rumah atau wisma-wisma khusus. Menyerahkan
pengurusannya kepada para profesional, sekaligus menghindari kerepotan mengurus sendiri
para orangtua yang sudah berumur lanjut. Yang biasanya mempunyai perilaku
seperti anak kecil lagi. Tindakan itu tentu memberi keringanan pada keluarga-keluarga,
sekaligus membuka kesempatan kepada para manula untuk bergaul dengan sesamanya.
Tapi, di lain pihak situasi ini tak jarang membuat para manula tersebut merasa seperti
dibuang oleh anak-anaknya. Anak-anak yang dilahirkan dan diurusnya sejak kecil,
yang kemudian enggan ganti mengurus orangtuanya.
Kuduga, perasaan seperti
itulah mungkin yang dirasakan oleh Margarete Simon ketika diantar oleh anak
laki-laki, menantu, dan cucunya; ke sebuah wisma manula. Frau Simon ini adalah
seorang tokoh yang diperankan oleh Angelica
Domröse dalam film Bis zum Horizont, dann
links! Sebuah film dalam German Cinema 2014 yang tercatat sebagai salah
satu film terfavoritnya Nina, peliharaanku—omong-omong aku adalah Kamoy, kucing
domestik Indonesia asli yang mencatat semua kegiatan Nina.
Anak laki-lakinya yang
bekerja untuk badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ditempatkan di New York,
Amerika Serikat. Penempatan baru ini pun ini dijadikan momentum untuk memindahkan Frau
Simon si oma ke sebuah wisma manula.Tapi, si oma pun tahu betul bahwa terutama
oleh menantunya ia dianggap sebagai beban.
Tersebutlah Eckehardt
Tiedgen (diperankan oleh Otto Sander) yang sudah berada di rumah manula
tersebut terlebih dahulu. Menjalankan hari-hari kehidupannya di wisma manula cenderung secara apatis, tokh
keinginan pribadinya semisal tak sekamar dengan sesama manula tertentu tak akan
didengarkan. Sepertinya, mati pun tak soal. Pada malam pertama kehadiran Frau
Simon di wisma manula, Herr Tiedgen mencuri pistol milik penjaga keamanan. Sempat ditempelkannya pistol tersebut
ke pelipisnya sendiri, tapi ia segera berubah pikiran.
Keesokan harinya adalah hari
kedua Frau Simon menjadi penghuni wisma manula. Pada hari itu, jadwal untuk penghuni
wisma manula adalah rekreasi. Joy flight
dengan sebuah pesawat kuno berbaling-baling tiga selama satu atau dua jam. Pilotnya
berumur tak jauh dari para manula penghuni wisma. Co-pilot-nya seorang pemuda, yang segera lirik-lirikan dengan si
suster pengawal para manula yang adalah gadis muda usia.
Sekelompok manula innocent untuk penerbangan gembira,
berangkat dari sebuah pelabuhan udara kecil. Kendaraan pengangkut dari wisma tak
repot, bisa langsung masuk ke lapangan terbang dan menurunkan penumpangnya di
samping pesawat. Calon penumpang pesawat tak pula perlu dipindai seperti
umumnya calon penumpang di pelabuhan-pelabuhan besar dengan tingkat keamanan
tinggi. Sekali lagi, mereka adalah sekelompok manula. Innocent. Apa bahayanya?
Salah! Tanpa pengamanan
semacam alat pindai tersebut, akibatnya tak diketahui bahwa Herr Tiedgen
diam-diam membawa pistol yang dicurinya semalam ke dalam pesawat. Bermodalkan pistol
tersebut, sesaat setelah pesawat mengudara, ia menyatakan bahwa pesawat
dibajak! Tuntutannya? Minta dibawa ke pantai!
Umumnya penumpang setuju
dengan situasi pembajakan. Dipertegas dengan pemungutan suara. Pesawat pun
terbang keluar batas negara Jerman dan masuk ke udara Austria. Secara bersama sebuah
skenario diputuskan. Bahwa pesawat dibajak oleh orang-orang dari jazirah Arab.
Seorang nyonya yang mantan seniman panggung langsung diberi peran sebagai pembajak.
Bermodalkan kacamata hitam pinjaman dan parasut berwarna putih.
Pesawat lalu memaksa
mendarat di sebuah pelabuhan udara di Austria yang sedang bersiap menyambut tamu negara. Karena
itu ada wartawan televisi yang sedang meliput. Atas nama pembajak, co-pilot menyampaikan tuntutan. Bahan
bakar, makanan dan..., popok sekali pakai untuk orang dewasa. Pengantar makanan
disambut oleh 'seorang orang Arab' berbalut pakaian putih dan berkacamata hitam.
Tapi, lho, koq orang Arab-nya
berbicara dalam bahasa Jerman!? Sebelum rahasia terbongkar, Frau Simon
mengambil alih situasi. Menjadi penerjemah dari bahasa Arab asal-asalannya Herr
Tiedgen yang hanya suaranya saja yang terdengar. Sebelum menutup pintu, Frau
Simon menyatakan bahwa dia adalah ibu dari seorang petugas PBB yang
berkedudukan di New York. Dan pesawat pun melanjutkan perjalanannya.
Suster muda yang mengawal
rombongan awalnya tak setuju dengan ide gila-gilaan ini. Akibatnya, pada saat
pesawat transit di Austria, ia dikurung di kamar kecil dalam pesawat. Tapi,
kemudian ia membiarkan dirinya larut dengan situasi yang ada. Mau
menentang juga percuma saja kan.
Penerbangan pun berlanjut,
dan pesawat melintas di atas lautan luas. Ketika pilot merasa mengantuk, ia menyerahkan
kemudi kepada co-pilot dan lalu tidur.
Co-pilot dengan senang hati menerima
penugasan yang baru kali ini diperolehnya. Namun kegirangannya sontak terputus
ketika seluruh baling-baling pesawat berhenti berputar. Penyebabnya: bahan bakar
mencapai titik nol.
Penerbangan terpaksa
dilanjutkan dengan sistim sliding.
Ketegangan di cockpit tak disadari
oleh hampir semua penumpang, bahkan ada yang sudah merasa lapar lagi. Kecuali
satu orang, yang dengan santainya masuk ke cockpit.
Seperti sambil lalu disebutkannya nama sebuah tempat tak jauh dari situ, yang bisa dijadikan
sebagai tempat untuk mendarat.
Dan, hore..., sebuah pulau
muncul di pandangan mata. Maka, setelah terbang dengan sistem sliding tanpa bahan bakar selama
limabelas menit, pesawat mendarat dengan mulus di sebuah dataran berumput. Sang
pilot segera turun membawa jeriken kosong. Disambut seseorang berseragam yang
seumuran. Ini tanah Itali, karena itu masing-masing orang tak mengerti bahasa
lawan bicaranya. Tapi, dibantu dengan bahasa Tarzan, pilot berhasil menyampaikan
bahwa mereka butuh bahan bakar dan makanan. Sementara pilot pergi bersama
si petugas berseragam tadi, para penumpang turun dari pesawat. Di hadapan mereka membentang pantai
cantik yang sepi pengunjung. Terbayar rasanya perjalanan ajaib yang baru saja
mereka lakukan.
Semua orang akhirnya
berkumpul di rumah seorang penduduk. Makan minum bersama-sama, sambil menonton
berita televisi tentang pembajakan pesawat mereka. Anak laki-laki Frau Simon diwawancarai
televisi, yang dengan cemas berharap semoga ibunya baik-baik saja.
Setelah melakukan sebuah keberanian sampai mereka berhasil mencapai tempat yang begitu jauh dari tempat asalnya, pada masing-masing individu pun tumbuh semangat yang berbeda juga.
Tak heran bila benih-benih cinta tumbuh di antara beberapa pasang manula. Entah memang baru
tumbuh, atau sudah ada tapi selama ini terhibernasi dalam kehidupan membosankan
di wisma manula. Termasuk di antaranya adalah antara Herr Tiedgen dan Frau Simon—dalam sinopsis
di buku program disebutkan bahwa ide membajak pesawat dirancang Herr Tiedgen
untuk membuat Frau Simon terpukau. Teman sekamar Herr Tiedgen bahkan berkata
bahwa dia bermaksud untuk pindah kamar ke kamar kekasih barunya sekembalinya
mereka ke wisma manula. Itu kalau mereka kembali. Untuk sementara ini sih semua orang
menikmati kemenangan bersama di pulau yang mempunyai pantai-pantai nan cantik ini.
Film Bis zum Horizont, dann links! ini disutradarai oleh ahli komedi
terkemuka Jerman, Bernd Böhlich. Dibintangi oleh sejumlah aktris dan aktor senior dalam dunia
perfilman Jerman. Tak heran kalau gabungan antarelemen ini membuat film
ini tampil memukau. Ceritanya lucu meski terselip adegan-adegan mengharukan di
sana-sini. Dialog-dialognya cerdas.
Film ini tamat dengan menggantungkan cerita. Tanpa ada penjelasan apakah mereka semua pada
akhirnya pulang kembali ke Jerman. Kalau ya, bagaimanakah caranya? Apakah
dengan pesawat kuno yang sama, ataukah lainnya? Atau, apakah mereka akhirnya menjadi penduduk di pulau
kecil yang indah dan damai itu. Tak pula ada penjelasan, apakah dari luar ada
upaya yang lebih intensif dalam pencarian hilangnya pesawat kuno
berbaling-baling tiga beserta seluruh awak dan penumpangnya.
Tapi, siapa yang peduli? Tidak dengan Nina peliharaanku ini. Baginya, akhir cerita yang terputus begitu bukan persoalan besar. Malah menurutnya, berarti penonton diberi kebebasan sebebas-bebasnya untuk membuat akhir cerita sesuai dengan keinginan masing-masing. Asik kan... §
Tapi, siapa yang peduli? Tidak dengan Nina peliharaanku ini. Baginya, akhir cerita yang terputus begitu bukan persoalan besar. Malah menurutnya, berarti penonton diberi kebebasan sebebas-bebasnya untuk membuat akhir cerita sesuai dengan keinginan masing-masing. Asik kan... §