Thursday, August 28, 2014

Catatan si Kamoy: Terbanglah!



Bis zum Horizont, dann links! 
(Fly Away!)
Film cerita // 92 menit // Jerman, 2011

Sutradara: Bernd Böhlich
Pemeran: Otto Sander, Angelica Domröse, Ralf Wolter, Herbert Köfer, Anna Maria Mühe, Herbert Feuerstein, Monika Lennartz, Tilo Prückner, Robert Stadlober



Secara tradisi, dan terdorong oleh perasaan berhutangbudi kepada orang yang sudah melahirkan dan membesarkannya, masyarakat di Indonesia akan merawat sendiri para manula-nya. Situasi ini sungguh berbeda dengan di negara-negara barat seperti Jerman. Yang umumnya akan menempatkan manulanya di rumah-rumah atau wisma-wisma khusus. Menyerahkan pengurusannya kepada para profesional, sekaligus menghindari kerepotan mengurus sendiri para orangtua yang sudah berumur lanjut. Yang biasanya mempunyai perilaku seperti anak kecil lagi. Tindakan itu tentu memberi keringanan pada keluarga-keluarga, sekaligus membuka kesempatan kepada para manula untuk bergaul dengan sesamanya. Tapi, di lain pihak situasi ini tak jarang membuat para manula tersebut merasa seperti dibuang oleh anak-anaknya. Anak-anak yang dilahirkan dan diurusnya sejak kecil, yang kemudian enggan ganti mengurus orangtuanya.

Kuduga, perasaan seperti itulah mungkin yang dirasakan oleh Margarete Simon ketika diantar oleh anak laki-laki, menantu, dan cucunya; ke sebuah wisma manula. Frau Simon ini adalah seorang tokoh yang  diperankan oleh Angelica Domröse dalam film Bis zum Horizont, dann links! Sebuah film dalam German Cinema 2014 yang tercatat sebagai salah satu film terfavoritnya Nina, peliharaanku—omong-omong aku adalah Kamoy, kucing domestik Indonesia asli yang mencatat semua kegiatan Nina.

Anak laki-lakinya yang bekerja untuk badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ditempatkan di New York, Amerika Serikat. Penempatan baru ini pun ini dijadikan momentum untuk memindahkan Frau Simon si oma ke sebuah wisma manula.Tapi, si oma pun tahu betul bahwa terutama oleh menantunya ia dianggap sebagai beban.

Tersebutlah Eckehardt Tiedgen (diperankan oleh Otto Sander) yang sudah berada di rumah manula tersebut terlebih dahulu. Menjalankan hari-hari kehidupannya di wisma manula cenderung secara apatis, tokh keinginan pribadinya semisal tak sekamar dengan sesama manula tertentu tak akan didengarkan. Sepertinya, mati pun tak soal. Pada malam pertama kehadiran Frau Simon di wisma manula, Herr Tiedgen mencuri pistol milik penjaga keamanan. Sempat ditempelkannya pistol tersebut ke pelipisnya sendiri, tapi ia segera berubah pikiran.

Keesokan harinya adalah hari kedua Frau Simon menjadi penghuni wisma manula. Pada hari itu, jadwal untuk penghuni wisma manula adalah rekreasi. Joy flight dengan sebuah pesawat kuno berbaling-baling tiga selama satu atau dua jam. Pilotnya berumur tak jauh dari para manula penghuni wisma. Co-pilot-nya seorang pemuda, yang segera lirik-lirikan dengan si suster pengawal para manula yang adalah gadis muda usia.

Sekelompok manula innocent untuk penerbangan gembira, berangkat dari sebuah pelabuhan udara kecil. Kendaraan pengangkut dari wisma tak repot, bisa langsung masuk ke lapangan terbang dan menurunkan penumpangnya di samping pesawat. Calon penumpang pesawat tak pula perlu dipindai seperti umumnya calon penumpang di pelabuhan-pelabuhan besar dengan tingkat keamanan tinggi. Sekali lagi, mereka adalah sekelompok manula. Innocent. Apa bahayanya?

Salah! Tanpa pengamanan semacam alat pindai tersebut, akibatnya tak diketahui bahwa Herr Tiedgen diam-diam membawa pistol yang dicurinya semalam ke dalam pesawat. Bermodalkan pistol tersebut, sesaat setelah pesawat mengudara, ia menyatakan bahwa pesawat dibajak! Tuntutannya? Minta dibawa ke pantai!

Umumnya penumpang setuju dengan situasi pembajakan. Dipertegas dengan pemungutan suara. Pesawat pun terbang keluar batas negara Jerman dan masuk ke udara Austria. Secara bersama sebuah skenario diputuskan. Bahwa pesawat dibajak oleh orang-orang dari jazirah Arab. Seorang nyonya yang mantan seniman panggung langsung diberi peran sebagai pembajak. Bermodalkan kacamata hitam pinjaman dan parasut berwarna putih.

Pesawat lalu memaksa mendarat di sebuah pelabuhan udara di Austria yang sedang bersiap menyambut tamu negara. Karena itu ada wartawan televisi yang sedang meliput. Atas nama pembajak, co-pilot menyampaikan tuntutan. Bahan bakar, makanan dan..., popok sekali pakai untuk orang dewasa. Pengantar makanan disambut oleh 'seorang orang Arab' berbalut pakaian putih dan berkacamata hitam.

Tapi, lho, koq orang Arab-nya berbicara dalam bahasa Jerman!? Sebelum rahasia terbongkar, Frau Simon mengambil alih situasi. Menjadi penerjemah dari bahasa Arab asal-asalannya Herr Tiedgen yang hanya suaranya saja yang terdengar. Sebelum menutup pintu, Frau Simon menyatakan bahwa dia adalah ibu dari seorang petugas PBB yang berkedudukan di New York. Dan pesawat pun melanjutkan perjalanannya.

Suster muda yang mengawal rombongan awalnya tak setuju dengan ide gila-gilaan ini. Akibatnya, pada saat pesawat transit di Austria, ia dikurung di kamar kecil dalam pesawat. Tapi, kemudian ia membiarkan dirinya larut dengan situasi yang ada. Mau menentang juga percuma saja kan.

Penerbangan pun berlanjut, dan pesawat melintas di atas lautan luas. Ketika pilot merasa mengantuk, ia menyerahkan kemudi kepada co-pilot dan lalu tidur. Co-pilot dengan senang hati menerima penugasan yang baru kali ini diperolehnya. Namun kegirangannya sontak terputus ketika seluruh baling-baling pesawat berhenti berputar. Penyebabnya: bahan bakar mencapai titik nol.

Penerbangan terpaksa dilanjutkan dengan sistim sliding. Ketegangan di cockpit tak disadari oleh hampir semua penumpang, bahkan ada yang sudah merasa lapar lagi. Kecuali satu orang, yang dengan santainya masuk ke cockpit. Seperti sambil lalu disebutkannya nama sebuah tempat tak jauh dari situ, yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk mendarat.

Dan, hore..., sebuah pulau muncul di pandangan mata. Maka, setelah terbang dengan sistem sliding tanpa bahan bakar selama limabelas menit, pesawat mendarat dengan mulus di sebuah dataran berumput. Sang pilot segera turun membawa jeriken kosong. Disambut seseorang berseragam yang seumuran. Ini tanah Itali, karena itu masing-masing orang tak mengerti bahasa lawan bicaranya. Tapi, dibantu dengan bahasa Tarzan, pilot berhasil menyampaikan bahwa mereka butuh bahan bakar dan makanan. Sementara pilot pergi bersama si petugas berseragam tadi, para penumpang turun dari pesawat. Di hadapan mereka membentang pantai cantik yang sepi pengunjung. Terbayar rasanya perjalanan ajaib yang baru saja mereka lakukan.

Semua orang akhirnya berkumpul di rumah seorang penduduk. Makan minum bersama-sama, sambil menonton berita televisi tentang pembajakan pesawat mereka. Anak laki-laki Frau Simon diwawancarai televisi, yang dengan cemas berharap semoga ibunya baik-baik saja.

Setelah melakukan sebuah keberanian sampai mereka berhasil mencapai tempat yang begitu jauh dari tempat asalnya, pada masing-masing individu pun tumbuh semangat yang berbeda juga. Tak heran bila benih-benih cinta tumbuh di antara beberapa pasang manula. Entah memang baru tumbuh, atau sudah ada tapi selama ini terhibernasi dalam kehidupan membosankan di wisma manula. Termasuk di antaranya adalah antara Herr Tiedgen dan Frau Simon—dalam sinopsis di buku program disebutkan bahwa ide membajak pesawat dirancang Herr Tiedgen untuk membuat Frau Simon terpukau. Teman sekamar Herr Tiedgen bahkan berkata bahwa dia bermaksud untuk pindah kamar ke kamar kekasih barunya sekembalinya mereka ke wisma manula. Itu kalau mereka kembali. Untuk sementara ini sih semua orang menikmati kemenangan bersama di pulau yang mempunyai pantai-pantai nan cantik ini.

Film Bis zum Horizont, dann links! ini disutradarai oleh ahli komedi terkemuka Jerman, Bernd Böhlich. Dibintangi oleh sejumlah aktris dan aktor senior dalam dunia perfilman Jerman. Tak heran kalau gabungan antarelemen ini membuat film ini tampil memukau. Ceritanya lucu meski terselip adegan-adegan mengharukan di sana-sini. Dialog-dialognya cerdas.

Film ini tamat dengan menggantungkan cerita. Tanpa ada penjelasan apakah mereka semua pada akhirnya pulang kembali ke Jerman. Kalau ya, bagaimanakah caranya? Apakah dengan pesawat kuno yang sama, ataukah lainnya? Atau, apakah mereka akhirnya menjadi penduduk di pulau kecil yang indah dan damai itu. Tak pula ada penjelasan, apakah dari luar ada upaya yang lebih intensif dalam pencarian hilangnya pesawat kuno berbaling-baling tiga beserta seluruh awak dan penumpangnya.

Tapi, siapa yang peduli? Tidak dengan Nina peliharaanku ini. Baginya, akhir cerita yang terputus begitu bukan persoalan besar. Malah menurutnya, berarti penonton diberi kebebasan sebebas-bebasnya untuk membuat akhir cerita sesuai dengan keinginan masing-masing. Asik kan... §



No comments:

Post a Comment