Monday, November 2, 2015

Naik-naik ke Puncak Gunung~~



Dulu itu, N suka sekali pergi berkemah alias kemping. Tiap kali ada kesempatan kemping, pasti pergi. Pas SMP dengan bergabung ke Pramuka, ia mendapat kesempatan kemping cukup banyak. Masuk SMA, ikut kegiatan ekskul pecinta alam yang pada masa itu artinya pergi-pergi kemping dan naik-naik gunung. Di bawah bendera ekskul itu, rada lumayan deh N bisa lebih bebas kemping-kemping tanpa menyusahkan hati orangtua.

Loh, kenapa ada urusan dengan menyusahkan hati orangtua? Sebab, dulunya lagi, di pinggir jalan di Puncak sana banyak anak muda berkemah pada musim liburan. Duduk-duduk ngeliatin jalan, apabila ada mobil lewat mereka akan teriak-teriak minta rokok. Orangtua N nggak mau banget anaknya apalagi yang satu-satunya perempuan berlaku seperti itu. Bisa terasa susah hati.

Untuk bisa kemping di luar kegiatan ekskul, amboy susahnya untuk dapat ijin!!! Waktu N duduk di kelas satu SMA, seniornya yang di kelas tiga sampai khusus menemui ayah N untuk minta ijin mengajak anaknya si ayah kemping. Ditanya ayah siapa saja yang ikut, sang senior menjawab dengan menyebutkan sejumlah nama. Mungkin setengah tak percaya, maka itu ayah menimpali.

"Ada Budi, ada Hasan...". Demikian timpalan ayah.

Pasti sulit bagi sang senior untuk bisa paham kenapa ayah menimpali secara demeikian. Latar belakangnya adalah, di kompleks rumah N dulu ada seorang anak muda yang bernama Budi. Si Budi ini punya kambing yang diberi nama Hasan. Saking terkenalnya pasangan itu di kompleks, sampai-sampai orang-orang di kompleks memplesetkan sebuah lagu yang berjudul Kau Tinggalkan Aku. Lirik pertama lagu ini yang berbunyi “Budi bahasamu sangat halus”, diganti menjadi "Budi, Hasan kambing...". 
[Lihat di bawah, ada lirik lagu ini yang sayangnya N tak ingat siapa pengarang dan penyanyi aslinya.]

Balik ke soal ijin-ijinan itu, memang ada bohongnya juga sih. Dibilangnya kemping, padahal sih naik gunung. Kenapa pakai bohong segala? Sebab, kalau dibilang naik gunung pasti tidak diijinkan. Ada sedikit ketakutan dalam diri orangtua N, berhubung sebelumnya ada kematian dua anak muda di lingkungan tempat tinggal.

Pada 1969, anak muda yang bernama Idhan Loebis yang tinggal di depan kompleks, meninggal di Gunung Semeru bersama seorang aktifis mahasiswa dari Universitas Indonesia, Soe Hok Gie. Setelah kejadian itu, tak ada yang berubah, anak-anak muda di kompleks tetap pergi mendaki gunung. Situasi berubah dua tahun kemudian, pada 1971, ketika seorang anak muda dari kompleks tempat N tinggal, bernama Idja Djalius, meninggal di Gunung Ciremai. Padahal, ia adalah yang terkuat dalam urusan naik gunung. Sejak kematian uda Idja—demikian N memanggilnya, semua orang seperti terhenyak dan kegiatan itu berhenti sama sekali.

N menduga, berdasarkan kejadian-kejadian itu maka orangtuanya tak memperbolehkan N pergi naik gunung. Anak perempuan satu-satunya gitu kan dia. Akibatnya, bohong terus deh.

Pada 1978, N dan teman-temannya merencanakan pendakian ke Gunung Rinjani di Pulau Lombok. Pamitannya jalan-jalan ke Bali dan Lombok seadanya, yang sekarang ini disebutnya backpacking. Padahal carrier/ranselnya gede banget, model jaman dulu yang pakai rangka aluminium. Karena ada kerabat di Lombok dan juga di Bali yang akan dilewati dalam perjalanan, mampir ke rumah mereka sudah jadi keharusan. Setibanya di Bali, N segera mampir ke rumah kerabat di sana. Ketika di Lombok, naik gunung dulu ah...

Di Lombok N dan teman-teman menginap di rumah kakak sepupu salah satu teman yang adalah anggota polisi dan menjabat sebagai danres (komandan resot) di sana. Malam hari sebelum pendakian, seseorang mengetuk pintu. N yang tak bisa tidur, menyambut orang tersebut yang lalu menyebutkan bahwa dirinya adalah wadan (wakil komandan). Menjempun pak danres karena ada kasus pembunuhan. Keesokan harinya, N dan teman-teman diantar ke kaki satu titil pendakian ke gunung Rinjani dengan sebuah mobil pick-up polisi.

Pick-up yang sama kemudian juga mengantar rombongan ke Lembar, pelabuhan feri ke Bali. Dua anak danres ikut menemani dalam perjalanan ini. Sebelum meninggalkan Pulau Lombok, N masih harus mampir ke rumah sepasang mbah yang tinggal di kota Mataram. Pick-up polisi yang disupiri oleh seorang polisi itu pun terlebih dahulu mengarah ke alamat yang disampaikan oleh N. Kalau tidak salah, N sudah menelpon terlebih dahulu, karena itu sesampainya di alamat tujuan kedua mbah sudah menunggu.

Eh, tapi koq dua anak pak danres ikutan turun dari pick-up? Begitu juga supir yang juga polisi, yang langsung sikap tegak serta memberi hormat ke pada kedua mbah-nya N. Heeeee, ada apa?

"Ini kan rumahnya pak wadan," kata anak pak danres yang paling besar.

Lah!? Jadi, yang malam itu dibukakan pintu oleh N adalah oom/paman-nya sendiri. Tapi nggak mengenali. Walaaah...

Bukan saja pak polisi yang menyupiri pick-up yang kenal dengan kerabat N itu, demikian juga dengan anak-anaknya pak danres. Hubungan antara pak danres dan pak wadan cukup akrab rupanya, anak-anak pak danres sering main ke situ.

Nah, kenyataan bahwa N baru saja naik gunung, sudah tak bisa ditutupi lagi hahaha... N hanya bisa pasrah dan berbuat seolah tak ada apa-apa. Berharap detil bahwa dia naik gunung tak akan pernah terdengar oleh orangtuanya. Perjalanan kembali ke Jakarta merupakan perjalanan panjang yang makan waktu beberapa hari. Dua kali menyeberang lautan dan dua kali perjalanan darat di dua pulau (Bali dan Jawa). Ketika N masih dalam perjalanan pulang itu, sepertinya sih kabar bahwa dia naik gunung Renjani sudah sampai ke orangtuanya. Tapi, berhubung sepulang perjalanan orangtuanya tak berkata apa-apa, N merasa rahasianya tak terbuka.

Beberapa bulan kemudian, di sebuah acara keluarga di Jakarta, ibu mendekati N dan bertanya pelan.

"Dulu itu, kamu naik gunung Rinjani ya?"

Howadowh, ketauaaan!!!

N cuman mengangguk sambil nyengir kuda, lalu ngeloyor ke arah dapur.   =^.^=


Kau Tinggalkan Aku

Budi bahasamu sangat halus
Melemahkan hatiku
Daku tertawa padamu
Oh...kasih
Janji setiamu kepadaku
Tuk selama-lamanya
Namun sekarang
Apa yang terjadi
Kau tinggalkan aku
Mengapa oh ..mengapa
Hancurlah diriku
Mengenang dikau
Biar daku rela
Demi cinta kepadamu
Oh...Kasih tinggal aku
Tinggalkan....
Tinggalkan....

No comments:

Post a Comment