Monday, March 23, 2015

Sop Tengkleng & Soto Betawi

Hari ini Nina mendapat pengetahuan baru. Dari seseorang, tentang dua makanan. Yang satu belum pernah dicicipinya, yaitu, sup tengkleng. Satunya lagi, sempat menjadi makanan kesukaan Nina sewaktu ia masih mengkonsumsi daging.

Disebutkan bahwa pada masa kolonial dulu, para toean dan njonja Belanda pasti memiliki pembantu. Dan, pastinya lagi, pembantu mereka itu adalah orang lokal.

Di Solo, pada masa itu, bila para majikan Belanda tersebut potong kambing, kepala dan isi perutnya (jeroan) tidak dimakan. Maksudnya, untuk dibuang. Namun, oleh para pembantunya, 'sampah' tersebut dibawa pulang. Di rumah, kepala dan jeroan tadi lalu dimasak oleh si pembantu atau keluarganya, menjadi makanan yang sekarang dikenal dengan nama 'sop tengkleng'. Penampilan sop ini nampak seperti gulai kambing, namun kuahnya lebih encer.

Sementara, di Batavia, para pembantu orang-orang Belanda yang adalah orang-orang Betawi, kerap membawa pulang susu sisa yang tidak habis milik para toean dan njonja-nya. Sampai di rumah, susu lalu dipakai untuk memasak daging. Jadilah sejenis soto yang sekarang dikenal dengan nama 'soto Betawi'.

Pada masa kini, soto Betawi ternyata disiapkan dengan susu dan santan. Baru tahu Nina bahwa soto Betawi itu ternyata mengandung susu juga, bahkan awal mulanya hanya susu belaka. Sementara dikiranya hanya santan yang dipakai untuk mengolah makanan ini. Semasa masih makan daging, Nina kerap mengkonsumsi soto Betawi. Tak hanya rasanya yang cocok dengan lidah Nina pada waktu itu, tapi juga karena banyak ditemukan penjualnya di pinggir jalan di Jakarta.

Sup tengkleng adalah makanan yang tak pernah dimakan Nina. Yang pasti berhubung tak semudah mendapatkan soto Betawi di Jakarta. Diperburuk dengan sebuah cerita yang pernah dibacanya yang menyebutkan bahwa sup tengkleng adalah sup mata, yang dapat diasumsikan bahwa bisa saja mata itu adalah mata manusia yang mendelik-delik. Iiiiihhh... (ini jeritan Nina lho...)  =^o^=

No comments:

Post a Comment