Friday, March 27, 2015

Rumpu Rampe

Maumere adalah sebuah kota di Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur. Kota kecil yang pada 1992 diterjang tsunami dengan memakan korban hampir seribu jiwa ini, disebutkan sebagai kota terkecil yang pernah dikunjungi oleh pemimpin dunia umat Katolik, Paus Yohanes Paulus II (1989). Juga merupakan kota yang disebut sebagai pintu masuk bagi pelancong lokal dan mancanegara yang hendak berkunjung ke Flores. 

Pertengahan 2012 lalu Nina ada berkunjung ke sana. Untuk pekerjaan, bukan sekedar melancong suka-suka hati. Sebagai golongan manusia yang tak termasuk sebagai pencari kuliner khas daerah yang dikunjungi, Nina menerima saja ketika teman di sana membawanya ke sebuah restoran yang namanya sama dengan nama ibukota Indonesia tempat Nina berasal, Jakarta, untuk makan siang pertamanya di Maumere. Dia memang paling malas kalau harus berpikir soal 'makan apa'. Restoran itu menu utamanya ikan bakar, omong-omong. Kala itu, Nina masih makan ikan, maka tak masalah. Bahkan, ia merasa terselamatkan sebab tak harus berpikir soal makan apa.

Menu sayuran ada juga. Sebagian besar jenis masakan sayur sudah cukup akrab dikenal Nina. Tapi, ada satu jenis masakan yang asing. Rumpu rampe, namanya, yang ternyata sejenis sayuran yang juga memakai bahan bunga pepaya, daun pepaya, dan jantung pisang. Jenis sayur-mayur kesukaan Nina.

Selain tiga jenis sayur di atas, rumpu rampe juga diperkaya dengan daun ubi, daun kemangi, kangkung, dan buah pepaya muda. Tidak selalu selengkap itu sih ternyata. Rumpu rampe di restoran-restoran yang didatangi Nina tidak penah ada yang mengandung pepaya muda.

Bumbu untuk rumpu rampe ternyata juga bervariasi. Tentunya tergantung selera, siapa yang memasak, dan kebiasaan. Tomat, cabe merah & rawit, bawang merah & putih, garam, daun jeruk, lengkuas, sereh, jahe. Ini bumbu yang paling lengkap sepertinya. Konon, ada juga yang menambahkan penyedap masakan atau pun kaldu instan.

Rumpu rampe disebutkan sebagai kuliner khas Nusa Tenggara Timur (NTT), bukan hanya berasal dari Maumere atau Flores belaka. Ada juga yang menyebutkan bahwa rumpu rampe adalah gado-gadonya NTT. Sebab, selain merupakan campuran beberapa jenis sayuran, sayur-mayurnya semua direbus seperti gado-gado. Hanya saja, tidak memakai bumbu kacang. Selain itu, tidak seperti gado-gado yang hanya diproses dengan perebusan, sayuran untuk rumpu rampe yang sudah direbus ini kemudian dioseng atau ditumis. Dengan segala bumbunya, dan lalu bisa juga ditambahkan entah teri, suwiran daging ikan, atau udang rebon. Terserah selera.

Nina itu kalau sudah suka sesuatu, pasti maunya itu terus menerus. Selama di Maumere, nyaris tiap makan siang dan makan malam rumpu rampe masuk dalam menunya. Ke setiap restoran yang dikunjungi, rumpu rampe pasti dicari. Hatinya sedih ketika teman-teman serombongannya pada suatu siang memutuskan makan di restoran masakan Padang. Teman-teman semua sudah kangen dengan makanan yang dikenal. Sementara menurut ego Nina, sekembalinya dari Maumere, tak akan ada lagi kesempatan mencecap makanan macam rumpu rampe.

Selama Nina dan teman-temannya di Maumere, mereka menyewa mobil yang disupiri oleh lelaki muda setempat. Saat jam makan, si supir itu selalu memesan tumis/cah kangkung dan menolak rumpu rampe. Ketika ditanya Nina mengapa, menurutnya, rumpu rampe adalah makanan sehari-harinya di rumah, "Bosan," katanya lagi.

Malam terakhir di Maumere, Nina dan teman-temannya dijamu makan oleh teman yang tinggal di sana. Rumpu rampe tentunya terhidang di meja, yang dimasak dengan pepaya muda. Menjadi moment pertama dan terakhir Nina menyantap rumpu rampe dengan buah pepaya muda.

Rumpu rampe, dan birunya langit pagi Maumere, tidak pernah lagi hadir dalam kehidupan Nina sekembalinya ia ke Jakarta...   =^_^=

No comments:

Post a Comment