Tuesday, July 22, 2014

Terdampar di Nobar

Hari baru sudah mulai terang, meski matahari masih tersembunyi di balik awan kelabu. Malu-malu menyemburatkan sinar jingganya. Nina duduk termangu di stasiun Juanda. Waktu sudah menunjukkan pk. 05.51, tapi kereta pertama menuju selatan yang jadwalnya—konon—pk. 05.41 masih belum juga muncul. Duh, berat nian terasa mata Nina. Sejak semalam, jangankan tidur, pulang saja belum dia itu. Tinggal kini tersiksa kantuk. Ingin cepat-cepat tiba di rumah dan segera memeluk bantal.

Demikianlah kalau membiarkan diri terpengaruh kawan. Padahal, biasanya mana hirau ia dengan yang namanya pertandingan bola kaki. Meskipun itu pertandingan sekelas piala dunia nan diadakan hanya sekali dalam empat tahun itu.

Hari Minggu itu, sebab merasa bosan di rumah, sore menjelang magrib ia ngeloyor ke galeri yang mencogok di tepian kali Pasar Baru, Jakarta Pusat. 

Mau melanjutkan riset-riset internet yang kau tugaskan kepadaku untuk tulisan-tulisanmu, Moy,” demikian Nina beralasan kepadaku. 

Padahal, aku tahu dia juga hendak menumpang nonton TV kabel. 

Sesampainya di sana, satu orang kawan berkabar bahwa liwat tengah malam nanti akan ada nobar (nonton bareng) final kejuaraan bola kaki piala dunia.

"Hayo ikut nobar, Mak!' kata kawan itu.

Final Jerman lawan Argentina ya...

"Hmmmmm...," Nina, yang biasa dipanggil Emak oleh banyak pewarta foto, menjawab ragu-ragu. "Lihat mood nanti sajalah".

Tapi kawan itu segera berkata bahwa dia sendiri mungkin tidak ikutan nonton. Sepertinya dia ada liputan di tempat lain. Maklum pewarta foto. Atau, barangkali dia mau langsung pulang ke rumah dan tidur menemani anaknya.

Sempat terombang-ambing antara ikutan nobar atau tidak, akhirnya dua kali Nina menetapkan untuk ikut. Pertama, diputuskannya sekitar jam sepuluh malam gara-gara dikiranya salah satu teman akrabnya dari biro foto Antara bakal nobar juga. Ketika kemudian terasa mengantuk, dia berpikir mungkin ada baiknya bila pulang saja. Tapi, ups, terlambat! Sudah hampir pukul dua belas tengah malam. Kereta terakhir sudah berlalu setengah jam yang lalu. Ya sudah, nobar sajalah... (memang tak ada pilihan hahaha...). 

Nobar diadakan di bagian kafe-nya galeri. Ada layar proyektor yang akan mengakomodasi penonton. Akomodasi lainnya adalah temat duduk tak bernomor. Tersedia juga gelaran tikar lampit di atas panggung yang tingginya sekitar setengah meter dari lantai. Mengenai konsumsi, beli sendiri-sendiri sesuai selera. Nina beli emping dan mengeluarkan makanan survival-nya, korma. Minumnya terutama air putih, Ditambah pesan kopi Aceh beberapa kali ke barrista-nya kafebesoknya perutnya rada diare sebab kebanyakan minum kopi tuh! 

Awalnya menjadi penonton golput sebab tak punya favorit, meskipun ada teman dari sudut pergaulan lain yang memaksanya untuk berdoa agar Jerman menang. Karena itu, ke mana pun bola mengarah ya terserah saja. Ke gawang siapapun bola melambung, disemangatinya tanpa pandang bulu. Kegagalan-kegagalan gol dari grup mana saja sama dikeluhkannya tanpa membeda-bedakan. Pokoknya, sama rata! Awalnya sih dengan enteng saja sorakan dan keluhan dikeluarkan. Lama-lama jadi ikut tegamg, meskipun masih golput juga.

Tapi, ketakhadiran gol dalam waktu yang sangat lama akhirnya melelahkan Nina juga. Pada putaran kedua, di tengah pertandingan, ia pun tak tahan lagi dan sempat tertidur di atas tikar lampit. Meski hanya sekitar 10-15 menit, lumayanlah membayar kantuk. 

Malam itu, bahkan sampai waktu perpanjangan kedua dimulai, belum ada satupun telur yang pecah.

"Bisa-bisa jadi tos-tosan nih. Kalau ya, bakal seru dan menegangkan banget pastinya," pikir Nina setengah berharap.

Tapi, harapan Nina yang hanya setengah itu sama sekali tak terkabulkan. Beberapa menit menjelang berakhirnya waktu perpanjangan kedua, Jerman berhasil menyarangkan bola di gawang Brazil.

1-0!!! 

Score ini bertahan sampai pertandingan berakhir. Sebagaimana yang diketahui oleh semua orang di dunia yang menonton pertandingan final tersebut. Atau, mungkin mendengarnya melalui siaran berita kemudiannya.

Menurut Nina, pertandingan sepakbola itu selalu penuh dengan drama. Ada jegal-jegalan, ada yang pura-pura kesakitan meskipun banyak yang kesakitan betulan sehabis berbenturan dengan pemain lawan, dan sejenisnya. Drama begitu yang menurut Nina sangat menyebalkan untuk ditonton. Mungkin salah satu sebab dari ketidaksukaan Nina pada sepakbola adalah drama-drama tersebut. Padahal, waktu masih di sekolah menengah tingkat atas, waktu anak laki-laki di kelasnya bertanding iseng-iseng dengan kelas lain, Nina suka ikutan nimbrung walaupun tak pandai bermain. Bahkan ketka kuliah, Nina merupakan salah satu anggota tim sepakbola putri fakultasnya. Gara-gara dia suka olahraga, dan nggak ada pilihan lain lagi sih hehe...

Selain drama-drama, takhayul-takhayul yang beredar di dunia persebakbolaan juga cukup membuatnya sering menepuk jidad. Konon katanya, setiap pertandingan pasti ada kutukan-kutukannya tersendiri. Dalam piala dunia, misalnya, disebutkan bahwa Brazil tak pernah berhasil merebut gelar juara dunia apabila bertanding di kandangnya sendiri. Lalu, ada juga kepercayaan bahwa Eropa tak bisa menjadi juara apabila pertandingan digelar di benua Amerika. Kepercayaan yang lalu luruh sebab Jerman yang melawan Argentina dalam final 2014 ini keluar sebagai pemenangmya.

Hal-hal di atas adalah perkataan beberapa orang penggila bola yang sempat nyangkut di telinga Nina. Buat Nina sendiri, ya terserah saja. Dan ternyata ikut-ikutan nobar seru juga. Asyik rasanya melihat teman yang kegirangan karena jagoannya menang, atau yang sebaliknya sedih karena unggulannya kalah. Lumayan sesuatulah!

Tinggal mengantuknya nih yang tak tahan. Tak tidur semalaman lalu terkena cahaya pagi sangatlah tidak nyaman. Apalagi kereta yang mengantar pulang, karena cukup kosong, AC-nya terasa dingin sekali! Tengah menahan kelopak mata agar tak jatuh menutup, sebab kalau jatuh tertidur bisa-bisa terbawa kereta sampai ke Bogor, sebuah pemikiran tiba-tiba melintas di kepala Nina.

Empat tahun lalu, di masa ketika kejuaraan yang sama sedang berlangsung di Afrika Selatan, beredar sebuah lagu yang bagai tak pernah berhenti bergaung. Waktu itu kami masih tinggal di lantai tiga rumah susun Tanah Abang dan lagu tersebut bagai tak henti terdengar dari delapan penjuru angin sampai ke lantai rusun kami. Awalnya tak mengerti, tapi lalu adiknya Nina menjelaskan bahwa lagu itu adalah Waka Waka (This Time for Africa). Lagu resmi piala dunia 2010 yang dinyanyikan oleh Shakira, musisi asal negara Colombia.

Tak cukup dengan pendedangannya, status-status teman-teman Nina di FB pun sering berbunyi Waka Waka. Misalnya, "Wah, sakit leher nih gara-gara kebanyakan waka-waka tiap malam". Awalnya bingung, Nina akhirnya paham bahwa maksudnya ternyata adalah si kawan itu sakit leher sebab tiap malam nonton pertandingan bola piala dunia melulu.

Sedemikiannya maraknya lagu tema piala dunia 2010 tersebut. Sampai-sampai Nina tahu juga meski sama sekali tak pernah menonton pertandingannya. Sementara, koq sepertinya pada 2014 ini tak terdengar gaung dari lagu resminya ya...

"Hmmm... Atau, mungkin aku saja yang tidak tahu ya, Moy," kata Nina sebelum akhirnya jatuh terlelap membayar tidur yang tertunda gara-gara nobar di luar rencana itu.





No comments:

Post a Comment