Biasanya, kalau ada festival film, dapat dipastikan bahwa Nina tidak akan datang untuk
menonton. Teman-teman Nina yang berkecimpung di dunia itu tahu betul tentang hal tersebut. Jadi, mereka tak pernah mengharapkan kemunculan Nina di lokasi-lokasi pemutaran
film pada festival-festival yang bersangkutan. Kadang sih Nina diundang juga untuk menghadiri upacara pembukaan dan/atau penutupannya. Undangan yang biasanya disampaikan
dengan embel-embel,
"Kalau kamu mau datang". Atau, kalau tempatmya terbatas, si teman akan memastikan terlebih dulu
apakah si Nina benar-benar
berniat untuk datang. Kalau tidak, tidak jadi diundang deh.
Menanggapi undangan
demikian,asalkan tak harus berpakaian resmi dan formal, biasanya sih Nina tak berkeberatan untuk datang. Seperti waktu acara pembukaan Chop
Shots Documentary Film Festival 2014 di pusat kebudayaan Jerman GoetheHaus Jakarta, pada
Selasa, 22 April lalu. Acara dimulai
jam tujuh malam, tapi dari sore Nina sudah berkeliaran di
lokasi acara. Supaya bisa makan sore dengan nasi merah di kantin di sana, dan rencananya
mau sedikit membantu untuk membuatkan kotak kertas
origami yang diperlukan oleh panitia
festival. Kelihatannya
bersemangat sekali ya datang secepat itu, padahal sih sebenarnya karena ada waktu buat dibuang saja. Daripada pulang
dulu atau mampir entah ke mana, begitu, lebih baik ya langsung saja nemplok di lokasi. Jam-jam bebas kantor kan merupakan jam-jam neraka di jalanan.
Pada pembukaan tersebut, diputarlah dokumenter Jalanan.
Otomatis Nina menonton karena tokh
sudah berada di dalam ruangan teater, tempat di mana acara pembukaan
berlangsung. Lagi pula, dokumener Jalanan merupakan hot item di Jakarta. Patut ditonton.
Satu-satunya film dokumenter
yang sudah diniatkan untuk ditonton oleh Nina sejak sebelum pembukaan adalah
sebuah dokumenter dari Jepang, The Cat
that Lives a Million Time. Secara keseluruhan, ada beberapa lokasi
tempat pemutaran film-film dokumenter
selama festival ini berlangsung. Satu film dapat diputar di
lebih dari satu lokasi. Demikian pula dengan dokumenter kucing tersebut yang
juga akan diputar di GoetheHaus, lokasi yang menurut Nina praktis untuk
didatangi. Jadwal tayangnya, menurut ingatan Nina, adalah sehari setelah
pembukaan, Rabu, 23 April 2014.
Pada tanggal tersebut, seperti
pada hari pembukaan, sudah dari sore Nina bertandang di GoetheHaus. Makan nasi merah lagi, dan numpang
menyelesaikan pekerjaan. Ketika kantuk menyerang, Nina tidur-tidur
kucing di sofa di foyer, ruangan di depan pintu masuk teater. Jadwal pemutaran dokumenternya adalah pada pk. 19.00. Kurang dari
setengah jam sebelum waktu tayang, masih setengah mengantuk, Nina iseng
mengintip buku katalog. Lha! Koq ternyata salah hari! Jadwalnya si
film kucing ternyata baru pada Jumat
mendatang. Masih dua hari lagi. Dasar pikun...
Gong dipukul orang satu kali, tanda film akan diputar sepuluh menit
lagi. Nina beranjak dari tempatnya semula
duduk dan berjalan menuju pintu keluar. Berniat pulang. Di dekat pintu keluar ada meja registrasi tempat orang mengambil tiket masuk.
Alih-alih menggapai pegangan pintu, Nina meraih pena di meja registasi dan
mendaftarkan diri untuk menonton. Setelah gong dipukul dua kali, tanda lima
menit sebelum jam tayang, Nina sudah duduk ajeg
di ruang teater. Pada posisi yang
kemudian menjadi posisi favorit Nina apabila menonton di situ selama
berlangsungnya Chop Shots festival.
Judul dokumenternya adalah The Missing Pictures. Nina sangat terkesan dengan film
tersebut, dan bersyukur bahwa pada
akhirnya ia memutuskan untuk menonton dan bukannya langsung pulang. Dan,
sesungguhnya, kepuasan batin dari
menonton film tersebut sukses membangkitkan semangat Nina untuk menonton
lagi. Dan lagi. Hei,
sekelompok orang sudah bekerja
keras untuk membuat festival
ini ada. Hal yang perlu Nina
lakukan hanyalah datang dan menontonnnya. Tidak pula perlu membayar alias
gratis. Apa susahnya, coba!? Karena itu, timbul niat untuk datang lagi pada keesokan harinya, yaitu
hari Kamis. Nonton yang jam tujuh malam, demikian rencananya, terserah apa pun film-nya. Lalu bisa pulang
sekitar jam sembilan malam. Kereta commuter
line pada jam-jam sekian biasanya sudah
tidak terlalu penuh. Jadi asyik
kan.
Namun, Kamis, 24 April 2014, Nina ada keperluan lain. Maka itu dia tidak datang menyambangi
lokasi festival sama sekali.
Baru pada keesokan harinya lagi, Jumat 25 April 2014, Nina mengada lagi di sana. Niatnya nonton The Cat that Lives a Million Times yang sudah sangat diidamkannya. Waktunya
pada pk. 19.00. Ketika Nina
tiba di GoetherHaus masih ada waktu sekitar tiga jam lagi sebelum saatnya. Maka, Nina mengeluarkan pekerjaannya. Bahkan
kemudian netbook-nya. Baru saja kabel netbook rapih terpasang, terdengar suara gong satu kali.
Film yang tayang pk. 17.00
akan segera dimulai. Secepat kepala Nina memutuskan untuk menonton, secepat itu pula geraknya membereskan netbook dan tetek-bengek lain. Sebelum gong berbunyi
tiga kali, Nina sudah rapih duduk di ruang teater. Di posisi seperti sebelumnya.
A World Not Ours judulnya.
Film ini lagi-lagi meninggalkan
kesan dalam hati Nina. Meskipun sebenarnya Nina merasa
terganggu saat menonton karena penonton lain di sekelilingnya asik mengobrol
sendiri. Padahal, mengobrol selama film berlangsung adalah terlarang. Kali itu turut
menonton sejumlah anak-anak muda dari beberapa perguruan tinggi dan sekolah
menengah tingkat atas. Ya mungkin sih
karena mereka tidak mengerti baik dengan bahasa yang dipakai dalam film, Arab
Palestina, maupun dengan bahasa Inggris pada sub-title-nya. Jadinya, menunggu waktu bubar dipakai buat
mengobrol. Aduh...
Selepas nonton A World Not Ours,
adalah waktunya Nina menyaksikan dokumenter yang tentang
kucing itu. Akhirya hahaha... Puas. Kelar nonton, begitu keluar dari ruang
teater, di foyer Nina berjumpa dengan satu kawan lama, om Etek. Maksud
hati hendak langsung pulang, apa daya Nina langsung ditodong untuk nonton film
berikut oleh si om kawan lamanya itu. Sebab, film dengan judul Masked Monkey – The Evolution of Darwin's
Theory itu adalah karyanya om Etek.
Walhasil, hari Jumat
itu Nina nonton tiga film berturut-turut. Tante Lulu temannya Nina yang mengorganisir festival ini
sampai terkagum-kagum...
Sabtu, 26 April 2014. Jam tujuh malam adalah jadwalnya film karya satu temen Nina lagi, tante
Ari. Judulnya Die before Blossom dan sudah kudunya ditonton. Merasa asyik
menonton tiga film berturut-turut kemarin, rasanya Nina ingin mengulang
keasyikan itu. Asalkan semua di GoetheHaus ya, tak mau ia wira-wiri ke tempat-tempat yang berbeda-beda. Pada Sabtu itu,
selesai berurusan di daerah Kemang, Nina pun lalu melesat ke Goethe. Mengejar
film The Imposter yang
dijadwal pada pk. 17.00. Melesatnya dengan kopaja langsam sih, yang jalannya pelan dan kerap ngetem. Hampir Nina terlambat, dan ia masuk ke ruang teater
dengan ngos-ngosan.
Untuk yang jam sembilan
malam, Nina sempat membaca sinopsis filmya dan merasa tertarik. Madam Phung's Last Journey, judulnya, menjadi film ketiga untuk hari Sabtu-nya
Nina.
Tibalah hari Minggu,
27 April 2014. Semula Nina hendak bersantai saja di rumah
sebelum malamnya datang ke upacara penutupan festival. Iseng dibuka-bukanya
katalog dan melihat bahwa yernyata ada
satu film dokumenter yang tampaknya menarik
untuk ditonton. Tempatnya bukan di GoetheHouse tapi di TIM XXI. Selesainya
penayangan bakal agak mepet dengan jam dimulainya upacara penutupan di
GoetheHaus, tapi tak soal tokh dua
lokasi tersebut tidak terlalu jauh. Ditempuh dengan jalan kaki juga tak akan
memakan waktu lama. Berangkatlah Nina ke TIM untuk menonton dokumenter Mothers.
Dianggap Nina bahwa Mothers akan menjadi dokumenter
terakhir yang ditontonnya. Tapi ternyata,
tidak demikian. Pada upacara penutupan juga ada pemutaran satu dokumenter yang meraih penghargaan Chop
Shots 2014. Kebetulan—dan disyukuri oleh Nina karena jadinya tidak harus menonton satu film dua
kali—adalah dokumenter yang
belum ditontonnya, Where I Go. Entah kenapa, banyak orang
memfavoritkan film ini. Membuat Nina
menjadi agak penasaran, tapi tidak ada kesempatan untuk menontonnya sesuai
jadwal.
Total sepuluh
dokumenter di festival film
dokumenter Chop Shots 2014 yang ditonton Nina. Uncle David, fotografer dari Malaysia yang diperkenalkan kepada Nina oleh tante
Lulu, mengganggap Nina
beruntung sebab bisa menonton segitu banyaknya film. Tante Lulu tertawa-tawa,
mengingat Nina yang pada minggu berlangsungnya festival beredar begitu seringnya
di GoetheHaus padahal biasanya mana tertarik. Kalau tante Leli, temennya Nina
yang lain yang juga kerja di GoetheHaus, ternyata hafal posisi di mana Nina
selalu duduk setiap kali menonton. Mungkin Nina seharusnya dapat penghargaan
sebagai “penonton yang berhasil menonton sepuluh film padahal biasanya nggak
mau nonton film-fim festival”. Hehe...
(Judul-judul film apa saja
yang ditonton Nina dapat dilihat di sini)
Pembukaan Chop Shots Documentary Film Festival 2014 di GoetheHaus, Jakarta
Selasa, 22 April 2014
No comments:
Post a Comment