Monday, April 28, 2014

Catatan dari Chop Shots Documentary Film Festival 2014



Biasanya, kalau ada festival film, dapat dipastikan bahwa Nina tidak akan datang untuk menonton. Teman-teman Nina yang berkecimpung di dunia itu tahu betul tentang hal tersebut. Jadi, mereka tak pernah mengharapkan kemunculan Nina di lokasi-lokasi pemutaran film pada festival-festival yang bersangkutan. Kadang sih Nina diundang juga untuk menghadiri upacara pembukaan dan/atau penutupannya. Undangan yang biasanya disampaikan dengan embel-embel, "Kalau kamu mau datang". Atau, kalau tempatmya terbatas, si teman akan memastikan terlebih dulu apakah si Nina benar-benar berniat untuk datang. Kalau tidak, tidak jadi diundang deh.

Menanggapi undangan demikian,asalkan tak harus berpakaian resmi dan formal, biasanya sih Nina tak berkeberatan untuk datang. Seperti waktu acara pembukaan Chop Shots Documentary Film Festival 2014 di pusat kebudayaan Jerman GoetheHaus Jakarta, pada Selasa, 22 April lalu. Acara dimulai jam tujuh malam, tapi dari sore Nina sudah berkeliaran di lokasi acara. Supaya bisa makan sore dengan nasi merah di kantin di sana, dan rencananya mau sedikit membantu untuk membuatkan kotak kertas origami yang diperlukan oleh panitia festival. Kelihatannya bersemangat sekali ya datang secepat itu, padahal sih sebenarnya karena ada waktu buat dibuang saja. Daripada pulang dulu atau mampir entah ke mana, begitu, lebih baik ya langsung saja nemplok di lokasi. Jam-jam bebas kantor kan merupakan jam-jam neraka di jalanan.

Pada pembukaan tersebut, diputarlah dokumenter Jalanan. Otomatis Nina menonton karena tokh sudah berada di dalam ruangan teater, tempat di mana acara pembukaan berlangsung. Lagi pula, dokumener Jalanan merupakan hot item di Jakarta. Patut ditonton.

Satu-satunya film dokumenter yang sudah diniatkan untuk ditonton oleh Nina sejak sebelum pembukaan adalah sebuah dokumenter dari Jepang, The Cat that Lives a Million Time. Secara keseluruhan, ada beberapa lokasi tempat pemutaran film-film dokumenter selama festival ini berlangsung. Satu film dapat diputar di lebih dari satu lokasi. Demikian pula dengan dokumenter kucing tersebut yang juga akan diputar di GoetheHaus, lokasi yang menurut Nina praktis untuk didatangi. Jadwal tayangnya, menurut ingatan Nina, adalah sehari setelah pembukaan, Rabu, 23 April 2014.

Pada tanggal tersebut, seperti pada hari pembukaan, sudah dari sore Nina bertandang di GoetheHaus. Makan nasi merah lagi, dan numpang menyelesaikan pekerjaan. Ketika kantuk menyerang, Nina tidur-tidur kucing di sofa di foyer, ruangan di depan pintu masuk teater. Jadwal pemutaran dokumenternya adalah pada pk. 19.00. Kurang dari setengah jam sebelum waktu tayang, masih setengah mengantuk, Nina iseng mengintip buku katalog. Lha! Koq ternyata salah hari! Jadwalnya si film kucing ternyata baru pada Jumat mendatang. Masih dua hari lagi. Dasar pikun...

Gong dipukul orang satu kali, tanda film akan diputar sepuluh menit lagi. Nina beranjak dari tempatnya semula duduk dan berjalan menuju pintu keluar. Berniat pulang. Di dekat pintu keluar ada meja registrasi tempat orang mengambil tiket masuk. Alih-alih menggapai pegangan pintu, Nina meraih pena di meja registasi dan mendaftarkan diri untuk menonton. Setelah gong dipukul dua kali, tanda lima menit sebelum jam tayang, Nina sudah duduk ajeg di ruang teater. Pada posisi yang kemudian menjadi posisi favorit Nina apabila menonton di situ selama berlangsungnya Chop Shots festival.

Judul dokumenternya adalah The Missing Pictures. Nina sangat terkesan dengan film tersebut, dan bersyukur bahwa pada akhirnya ia memutuskan untuk menonton dan bukannya langsung pulang. Dan, sesungguhnya, kepuasan batin dari menonton film tersebut sukses membangkitkan semangat Nina untuk menonton lagi. Dan lagi. Hei, sekelompok orang sudah bekerja keras untuk membuat festival ini ada. Hal yang perlu Nina lakukan hanyalah datang dan menontonnnya. Tidak pula perlu membayar alias gratis. Apa susahnya, coba!? Karena itu, timbul niat untuk datang lagi pada keesokan harinya, yaitu hari Kamis. Nonton yang jam tujuh malam, demikian rencananya, terserah apa pun film-nya. Lalu bisa pulang sekitar jam sembilan malam. Kereta commuter line pada jam-jam sekian biasanya sudah tidak terlalu penuh. Jadi asyik kan.

Namun, Kamis, 24 April 2014, Nina ada keperluan lain. Maka itu dia tidak datang menyambangi lokasi festival sama sekali. Baru pada keesokan harinya lagi, Jumat 25 April 2014, Nina mengada lagi di sana. Niatnya nonton The Cat that Lives a Million Times yang sudah sangat diidamkannya. Waktunya pada pk. 19.00. Ketika Nina tiba di GoetherHaus masih ada waktu sekitar tiga jam lagi sebelum saatnya. Maka, Nina mengeluarkan pekerjaannya. Bahkan kemudian netbook-nya. Baru saja kabel netbook rapih terpasang, terdengar suara gong satu kali. Film yang tayang pk. 17.00 akan segera dimulai. Secepat kepala Nina memutuskan untuk menonton, secepat itu pula geraknya membereskan netbook dan tetek-bengek lain. Sebelum gong berbunyi tiga kali, Nina sudah rapih duduk di ruang teater. Di posisi seperti sebelumnya.

A World Not Ours judulnya. Film ini lagi-lagi meninggalkan kesan dalam hati Nina. Meskipun sebenarnya Nina merasa terganggu saat menonton karena penonton lain di sekelilingnya asik mengobrol sendiri. Padahal, mengobrol selama film berlangsung adalah terlarang. Kali itu turut menonton sejumlah anak-anak muda dari beberapa perguruan tinggi dan sekolah menengah tingkat atas. Ya mungkin sih karena mereka tidak mengerti baik dengan bahasa yang dipakai dalam film, Arab Palestina, maupun dengan bahasa Inggris pada sub-title-nya. Jadinya, menunggu waktu bubar dipakai buat mengobrol. Aduh...

Selepas nonton A World Not Ours, adalah waktunya Nina menyaksikan dokumenter yang tentang kucing itu. Akhirya hahaha... Puas. Kelar nonton, begitu keluar dari ruang teater, di foyer Nina berjumpa dengan satu kawan lama, om Etek. Maksud hati hendak langsung pulang, apa daya Nina langsung ditodong untuk nonton film berikut oleh si om kawan lamanya itu. Sebab, film dengan judul Masked Monkey – The Evolution of Darwin's Theory itu adalah karyanya om Etek.

Walhasil, hari Jumat itu Nina nonton tiga film berturut-turut. Tante Lulu temannya Nina yang mengorganisir festival ini sampai terkagum-kagum...

Sabtu, 26 April 2014. Jam tujuh malam adalah jadwalnya film karya satu temen Nina lagi, tante Ari. Judulnya Die before Blossom dan sudah kudunya ditonton. Merasa asyik menonton tiga film berturut-turut kemarin, rasanya Nina ingin mengulang keasyikan itu. Asalkan semua di GoetheHaus ya, tak mau ia wira-wiri ke tempat-tempat yang berbeda-beda. Pada Sabtu itu, selesai berurusan di daerah Kemang, Nina pun lalu melesat ke Goethe. Mengejar film The Imposter yang dijadwal pada pk. 17.00. Melesatnya dengan kopaja langsam sih, yang jalannya pelan dan kerap ngetem. Hampir Nina terlambat, dan ia masuk ke ruang teater dengan ngos-ngosan.

Untuk yang jam sembilan malam, Nina sempat membaca sinopsis filmya dan merasa tertarik. Madam Phung's Last Journey, judulnya, menjadi film ketiga untuk hari Sabtu-nya Nina.

Tibalah hari Minggu, 27 April 2014. Semula Nina hendak bersantai saja di rumah sebelum malamnya datang ke upacara penutupan festival. Iseng dibuka-bukanya katalog dan melihat bahwa yernyata ada satu film dokumenter yang tampaknya menarik untuk ditonton. Tempatnya bukan di GoetheHouse tapi di TIM XXI. Selesainya penayangan bakal agak mepet dengan jam dimulainya upacara penutupan di GoetheHaus, tapi tak soal tokh dua lokasi tersebut tidak terlalu jauh. Ditempuh dengan jalan kaki juga tak akan memakan waktu lama. Berangkatlah Nina ke TIM untuk menonton dokumenter Mothers.

Dianggap Nina bahwa Mothers akan menjadi dokumenter terakhir yang ditontonnya. Tapi ternyata, tidak demikian. Pada upacara penutupan juga ada pemutaran satu dokumenter yang meraih penghargaan Chop Shots 2014. Kebetulan—dan disyukuri oleh Nina karena jadinya tidak harus menonton satu film dua kali—adalah dokumenter yang belum ditontonnya, Where I Go. Entah kenapa, banyak orang memfavoritkan film ini. Membuat Nina menjadi agak penasaran, tapi tidak ada kesempatan untuk menontonnya sesuai jadwal.

Total sepuluh dokumenter di festival film dokumenter Chop Shots 2014 yang ditonton Nina. Uncle David, fotografer dari Malaysia yang diperkenalkan kepada Nina oleh tante Lulu, mengganggap Nina beruntung sebab bisa menonton segitu banyaknya film. Tante Lulu tertawa-tawa, mengingat Nina yang pada minggu berlangsungnya festival beredar begitu seringnya di GoetheHaus padahal biasanya mana tertarik. Kalau tante Leli, temennya Nina yang lain yang juga kerja di GoetheHaus, ternyata hafal posisi di mana Nina selalu duduk setiap kali menonton. Mungkin Nina seharusnya dapat penghargaan sebagai “penonton yang berhasil menonton sepuluh film padahal biasanya nggak mau nonton film-fim festival”. Hehe...

(Judul-judul film apa saja yang ditonton Nina dapat dilihat di sini)


Pembukaan  Chop Shots Documentary Film Festival 2014 di GoetheHaus, Jakarta
Selasa, 22 April 2014

No comments:

Post a Comment